Friday, December 17, 2010

Journey to Dieng part 2 : Saturday, October 23th, 2010

Hi Dieng! Be nice to us! ^^

“mba, uda sampe Wonosobo mba,,,”

Sayup-sayup suara pak supir terdengar. Gw pura-pura budek, masih dengan mulut setengah terbuka mata ini ngintip,, duhhhh uda sampe terminal Wonosobo toh???
Dilempar lah tri mba getir di terminal Wonosobo jam 5 pagi,, huhu,, udaranya uda mulai berasa sejuk.

Setelah mobil travel pergi, kami masih planga plongo setengah sadar gendong tas,, nyari bis tapi manaaa?? Kok sepiiii??

Akhirnya ada bis yang lewat. Ternyata betul itu bis menuju Dieng. Tapi kata supirnya musti naik 2 kali. Yang pertama turun di Gereja …. Lupa :D

- Naik bis pertama ke Gereja x : Rp 2000 / orang
- Naik bis kedua ke penginapan : Rp 2000 / orang

Di perjalanan gw dan Dinar tiduuuuurrr! Peti kesel kayaknya :p soalnya kata dia pemandangannya bagus banget. Tapi mata gw ga sanggup melek lagi. Maaf yah Pet.

Perjalanan dari Wonosobo ke Dieng kira-kira 2-3 jam. Kami sampai di penginapan sekitar jam 9. Disuguhi teh manis anget (yang gw yakin klo diminum di Jakarta pasti jadi teh manis panas. Ngepul aernya)

Penginapannya bersih. Ada water heater yang dioperasikan dengan gas elpiji 12 kg. jadi kaya masak aer pake kompor gas -_-! Lumayan ngeri sih apalagi klo baru dinyalain kecium bau gas :D

- Biaya penginapan : Rp 150.000 / hari / orang

Setelah beristirahat, kami keluar dari penginapan untuk berjalan-jalan dan sekalian makan siang.
- Mie rebus & teh manis panas : Rp 10.000 / orang

Setelah kenyang, kami dikenalkan dengan bapak guide kami selama di Dieng.
Cuaca lumayan dingin di Dieng. Kata bapak guide suhu saat itu kira-kira 8 derajat celcius.

Perjalanan pertama kami ke candi Arjuna.
Biasanya saat liburan, untuk masuk kawasan candi dikenakan biaya, tapi karena kami berkunjung tidak disaat liburan jadi gratis (kalo ngga salah sih penjelasannya begitu)

Candi Arjuna merupakan kompleks candi Hindu. Beberapa candi sudah mulai rontok. Di sebelah kawasan candi terdapat padang rumput yang memiliki tanah goyang. Kenapa goyang? Apa gempa? jadi ternyata setelah gw googling ada penjelasan biologisnya.
Karena erosi dari penebangan liar yang mempengaruhi tingkat konsentrat air. Oleh karena itu diatas air bisa tumbuh rumput. lapisan rumput ini tidak terlalu tebal dan bisa saja sewaktu-waktu rapuh, apalagi di musim hujan. Alhamdulillah kami coba lompat-lompat disana ga bolong tanahnya :D

hujan mulai turun, membuat suhu semakin dingin. Tapi mau ambil beberapa foto dulu ah









Perjalanan dilanjutkan menuju Kawah Sileri. Disinilah tragedi hilangnya buah apel,, eh maksudnya hilangnya payung bapak guide oleh Dinar. Karena terlalu narsisnya dia berfoto, payung sampe ketinggalan

Kawahnya ada dibawah tempat kami berada. Karena tanah basah kami tidak turun kesana. Cukup ambil fotonya ajah uda cukup berasa dingin kok
Ini foto di kawah Sileri







Dari Kawah Sileri kami pergi ke Sumur Jalatunda. Sumur ini tadinya adalah sebuah kawah, dan sekarang teirisi oleh air sehingga seperti sebuah sumur. Diameternya kira-kira 90 meter dengan kedalaman ratusan meter.

Bapak guide bercerita, anak tangga yang kami lewati dari bawah menuju Sumur ada cerita romantisnya. Tapi karena saat itu gw ga dalam suasana romantis jadi lupa deh ceritanya kaya gimana :D

Kata bapak guide juga, kalau kita melempar batu sampai melewati sumur maka semua keinginan akan terkabul. Maka kami tri mba getir yang masih pada jomblo napsu mau lempar batu dengan keinginan yang –yahtaulahapa- :D

Lemparan pertama oleh Icul : gagal. Batunya jatuh dengan loyo
Lemparan kedua oleh Dinar : wih berhasil (nampaknya)
Lemparan ketiga oleh Peti : tidak berhasil tapi ga seloyo lemparan gw :D
Lemparan keempat : kami bertiga maen lempar-lemparan batu (tawuran kali) setelah berdarah-darah kami turun deh (kami ga beneran lempar-lemparan batu loh)





Disamping tangga menuju Sumur Jalatunda terdapat tanaman wasabi. Jadi ternyata Dieng itu menanam wasabi dan hasilnya dieskpor juga.



Lalu kami ke gerbang kawah Nila. Kawasan Kawah Nila ini tertutup oleh umum. Karena pada tahun 1979 kawah ini pernah meletus dan mengeluarkan gas beracun sehingga memakan 149 korban jiwa. Jadi kami foto di depannya saja. Bisa dilihat pada gambar, rambut gw megar kaya Mus Mujiono -_-! kesal



Setelah dari kawah nila, mungkin bapak guide melihat tampilan tri mba getir sudah seperti anak TK pulang karyawisata ; kucel bau tapi sumringah , jadi kata bapak guide kami istirahat aja. Malemnya mau diajak liat anak gimbal. Jadi di Dieng itu ada beberapa anak yang memiliki rambut gimbal. Sebelum rambutnya gimbal, biasanya anak tsb akan mengalami sakit panas. Setelah itu rambutnya tumbuh gimbal dengan alami. Rambut gimbal harus dipotong, dan untuk memotong rambut gimbal diperlukan upacara. Si anak harus dikabulkan keinginannya (biasanya minta sepeda) lalu rambut dipotong oleh tetua di Dieng.

Sampai di penginapan, kami istirahat dan mandi. Setelah itu kami keluar untuk makan malam. Disarankan membawa jaket tebal dan kaos kaki. Celana jeans yang gw pakai juga lumayan, lumayan bikin dingin paha :D

Menu makan malam kami adalah nasi goreng dan jahe anget yang disajikan di gelas bir bintang. Wow! Seperti ngebir nih kita! Foto dulu ah trus share di grup. Eh heboh deh jadinya, pengen ikutan kesana :p

Malam pertama di Dieng kami lalui dengan berebut selimut dan susunan tidur. Ga ada yang mau tidur deket tembok karena dinginnya minta ampun. Peti deh yang ngalah karena dia anak gunung yang kebal sama dingin :D
Selamat tidur semuaa! *klik –matiin tv-

Journey to Dieng part 1 : Friday, October 22th, 2010

This isn’t goodbye, but till we meet again.

Setelah lebih dari 4 tahun 7 bulan di Jatis, akhirnya gw lulus juga ^^
Sedih tapi demi masa depan! Sekali lagi demi masa depan! Leave all the comfort zone, all friends, all happiness. Mudah-mudahan ditempat baru akan dapat suasana menyenangkan seperti diJatis lagi.

Yak, sekilas mengenai kepergian gw dari Jatis, sekarang masuk ke inti cerita
Dengan manisnya TriMbaGetir membuat back up plan. Journey to Dieng. Bermodalkan keberanian, tekad bulat dan tas pinjaman *lebai
Jadi beginilah perjalanan kami :
Peserta : Icul, Dinar, Peti





Kira-kira jam 17.30 kami berangkat dari kantor ke pol-an travel. Maksud hati mau naik 612 dari depan kantor tapi krn maceeet banget akhirnya kita naik ojek.

-> 1 ojek Rp 10.000 / orang
Maka berangkatlah kami dari travel Tendean menuju Terminal Wonosobo

-> harga naik travel per orang Rp 160.000 / orang
Perjalanan ke Wonosobo memakan waktu kira-kira 12 jam. Jadi kami sudah banyak berdoa supaya jalanan tidak macet dan kaki Dinar ga kram (kakinya panjang, gabisa selonjoran. Ga kaya gw sama Peti yang minimalis)

Setelah beberapa jam perjalanan kami beristirahat disebuah restoran padang. Kami membersihkan diri. Cuci muka, sikat gigi, dan pipis. Lalu menghangatkan diri dengan memesan teh manis anget

Ini fotonya klo penasaran (masih seger mukanya)



Perjalanan dilanjutkan, melewati hutan belantara bersama truk-truk pembawa barang. Lagi enak-enak ngobrol, loh eh kok berenti lagi? Lama banget lagi,, ada sekitar ½ jam supirnya menghilang. Muka kami seperti anak hilang. Saking stresnya jadi foto2 ga jelas.







Supirnya uda ketemu! Jalan lagi yuk,,, eh ga lama berenti lagi -_-! Kali ini ada berhenti di AlfaMart yang 24 jam. Kami beli pop me kemudian minta air panas disana. Lumayan masnya baik, uda gitu dia piker gw Dinar dan Peti masih kuliah. Yah nice try lah mas,, ga liat nih keriput di sekitar bibir?

Ternyata eh ternyata perjalanan kami menuju Wonosobo itu MENEGANGKAN! Sepanjang perjalanan yang keliatan Cuma pohon, pasir ama truk! Udah gitu supirnya lupa klo dia lagi bawa orang, bukan pasir. Jadi nyetirnya membabi butaaa

Walaupun perjalanan horror dan membuat mabuk, tidak menyulutkan niatan kami untuk bersenda gurau. Singkat kata kami cape ngelawak jadi pingsan seketika dengan gaya yang menjijikan.

How to : Mengaktifkan Visa Waiver Jepang

Happy New Year 2020! Jadi cerita aku hari ini adalah flashback pengalaman mengaktifkan visa waiver Jepang dengan e-paspor. Aku submit vis...